Deretan Amunisi Debat Jokowi vs Prabowo Minggu Besok

Jiromedia.com -Debat capres kedua akan diselenggarakan pada Minggu 17 Februari 2019. Debat mengusung tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

Ada sejumlah poin yang bisa menjadi amunisi debat kedua capres dalam tema tersebut. Jokowi tentu memamerkan capaiannya dalam pembangunan infrastruktur, namun masih ada celah bagi Prabowo untuk mengkritisi capaian tersebut.

Dari sisi energi topik mengenai divestasi PT Freeport Indonesia hingga Blok Rokan diyakini dibahas. Sedangkan infrastruktur akan dipamerkan dengan capaian pembangunan sekian kilometer jalan tol.

Simak berita selengkapnya yang dirangkum detikFinance, Kamis (14/2/2019).

1. Divestasi Freeport hingga Listrik Bisa Jadi Amunisi Jokowi di Debat
Foto: Ardhi SuryadhiFoto: Ardhi Suryadhi
Divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI) selesai. Indonesia melalui PT Inalum (Persero) resmi memiliki 51% saham PTFI.

Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan divestasi saham Freeport Indonesia sudah tepat dilakukan. Ia mengatakan jika perpanjangan kontrak tidak dilakukan maka bisa berlanjut ke arbitrase internasional. Sementara peluang Indonesia untuk memenangkan arbitrase tak terjamin.

"Divestasi Freeport pojectnya tetap jalan dan kalau masu ke pertambangan bawah tanah sudah sangat bagus. Ada risiko kalau tunggu selesai kontrak," kata Kurtubi dalam diskusi bertajuk Menuju Debat 2, Siapa Makin Kinclong?, di Resto Ajag Ijig, Jakarta Pusat, Rabu (13/2/2019).

Ia juga menyoroti keberhasilan meningkatkan rasio elektrifikasi menjadi yang sudah mencapai 98%. Sebelumnya di 2014, rasio elektrifikasi sekitar 84,35%.

"Kelistrikan juga kita saksikan dalam 73 tahun merdeka hampir semua rumah tangga tersambung listrik meski belum 100%," tutur Kurtubi.

Eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan bahwa divestasi Freeport Indonesia memang sudah sewajarnya terjadi karena memang sudah waktunya. Langkah divestasi juga dinilainya sudah tepat.

"Freeport itu pasti terjadi (divestasi) siapapun pemerintahannya. Pilihannya adalah akuisisi," kata Said.

2. Mampukah Proyek Infrastruktur Jokowi Jadi Andalan di Debat?
Foto: Dok. Kementerian PUPRFoto: Dok. Kementerian PUPR
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah menggenjot pembangunan infrastruktur. Pembangunan juga tidak dilakukan di Jawa saja, juga di beberapa daerah terpencil.

Ekonom INDEF Enny Sri Hartati mengatakan Jokowi bisa menjabarkan semua hasil capaian pembangunan infrastruktur. Pasalnya seluruh datanya pasti ada.

"Tentu kalau hanya menyampaikan kuantitas itu pak Jokowi bisa sampaikan berapa jalan tol yang sudah dibangun, berapa bendungan yang sudah dibangun, berapa embung yang sudah dibangun, berapa jalan desa yang sudah diperbaiki. Pasti semua ada datanya," ujar Enny dalam diskusi bertajuk Menuju Debat 2, Siapa Makin Kinclong?, di Resto Ajag Ijig, Jakarta Pusat, Rabu (13/2/2019).

Akan tetapi, lebih dari itu Jokowi harus mampu meyakinkan kepada masyarakat bagaimana pembangunan infrastruktur tersebut dan dampaknya kepada mereka.

"Cuma pertanyaannya adalah dengan data-data itu mampu nggak meyakinkan, yang harus diyakinkan bukan yang loyalisnya pak Jokowi loh, yang harus diyakinkan adalah 15% yang masih swing voter," kata Enny.

Selain itu, mengenai polemk impor pangan juga menjadi perhatian dalam debat Minggu besok. Padahal Jokowi berjanji tak akan melakukan impor. Hal ini yang juga harus diyakinkan kepada masyarakat.

"Nah apa yang akan dilakukan selanjutnya di periode yang akan datang yang benar-benar bisa menjawab bahwa kita tidak lagi mengalami ketergantungan impor pangan pokok dan juga ketergantungan impor energi," tutur Enny.

3. Pak Jokowi, Jangan Asal Kebut Bangun Infra Tapi Perhatikan Hal Ini
Foto: Dok. Kementerian PUPRFoto: Dok. Kementerian PUPR
Pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terbilang masif. Deretan jalan tol sudah terbangun begitu juga dengan infrastruktur lainnya.

Namun, pembangunan infrastruktur juga harus berkualitas. Pembangunan infrastruktur juga harus memperhatikan kemampuan industri dalam negeri, jangan sampai membuat impor bengkak.

"Jadi misalnya begini, Faisal Basri belum lama ini menunjukkan impor baja yang tiba-tiba meningkat. Itu diperkirakan menjadi salah satu penyebab naiknya dolar AS," kata Pendiri Rujak Center for Urban Studies Marco Kusumawijaya dalam diskusi bertajuk Menuju Debat 2, Siapa Makin Kinclong?, di Resto Ajag Ijig, Jakarta Pusat, Rabu (13/2/2019).

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah pembangunan infrastruktur dan dampaknya ke masyarakat sekitar. Seperti pedagang di jalur Pantura yang ikut terdampak dari pembangunan jalan tol.

"Termasuk menurunnya pedagang di jalur Pantura. Itu kan mestinya bisa kita perkirakan," ujar Marco.

Pembangunan infrastruktur juga, lanjut Marco, harus disertai pembangunan wilayah. Jangan sampai pembangunan infrastruktur jalan hanya berupa garis lurus tanpa disertai pengembangan wilayah untuk mendongkrak ekonomi setempat.

"Artinya pembangunan infrastruktur seharusnya diintegrasikan dengan pembangunan wilayah," ujar Marco.

Hal tersebut yang kemudian pembangunan infrastruktur hanya bisa dinikmati segelintir orang saja. Padahal ada warga setempat yang rela tanahnya dibangun jalan.

"Ini kekurangannya, infrastruktur dilihat kaya berdiri sendiri. Jalan itu hanya bisa dinikmati pemilik mobil kalau sistem angkutan umum tidak dikembangkan," kata Marco.
4. Pengusaha Tunggu Debat soal Impor BBM dan Data Pangan
Foto: (Sudirman Wamad/detikTravel)Foto: (Sudirman Wamad/detikTravel)
Debat calon presiden (Capres) putaran dua akan digelar 17 Februari 2019 mendatang. Tema debat yang diangkat ialah tentang energi, pangan, sumber daya alam, dan lingkungan.

Kalangan pengusaha sendiri menanti 'pertarungan' dua kandidat yakni Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subanto. Terlebih, untuk pembahasan impor bahan bakar minyak (BBM) dan data pangan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menerangkan, energi menjadi bagian penting di dalam kehidupan masyarakat. Masalahnya, Indonesia dalam posisi net importir minyak. Dia berharap, ada penyelesaian terkait masalah ini.

"Dari waktu ke waktu impornya makin besar volumenya, ini juga harus ada kebijakan ke depan harus ada seperti apa," ujarnya di Gedung Permata Kuningan Jakarta, Rabu (13/2/2019).

Masalah data pangan juga menjadi perhatian pengusaha. Terlebih, data pangan ini dianggap tak akurat.

"Pangan menjadi PR kita bersama, yang paling itu semua penting ketersediaan pangan. Sekarang ini lepas dari data, kemarin juga sama-sama tahu Kementan dikoreksi datanya, karena dianggap itu over," ungkapnya.

"Kalau nggak salah 80 juta ton kepotong jadi 50 juta, dipotong 30 juta karena datanya dianggap tidak akurat. Intinya kebijakan pangan harus dilihat keseluruhan," ungkapnya.

Bukan hanya itu, data jagung juga dianggap bermasalah. Sebab, data produksi jika tak sesuai dengan kondisi di lapangan.

"Data-data yang ada ini harus diperbaiki dengan baik karena kita sektor industri berkali-kali menghadapi masalah. Jagung dipakai untuk industri makanan dan unggas. Itu ada satu ketika datanya itu berbeda, Kementan cukup tapi di lapangan nggak ada stoknya," paparnya.(detik)





Subscribe to receive free email updates: