'Seruan Ganti Presiden' Dari Orator Anak di Aksi 'Bela Tauhid', Apa Masalahnya?

Jiromedia.com -Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan kekhawatiran terkait keterlibatan anak sebagai orator aksi yang bernuansa politis, setelah sebuah video pidato dai cilik menyerukan 'ganti presiden' dalam sebuah unjuk rasa pekan lalu.

Dalam video tersebut, seorang dai cilik tampil di mimbar pada demonstrasi yang disebut sebagai 'aksi bela tauhid 211', Jumat (2/11) .

Di atas mobil komando, dia berorasi tentang bendera tauhid dengan diselingi ajakan ganti presiden. "Siap bela Allah? Siap bela nabi? Siap bela Quran? Siap bela Islam? Siap ganti presiden?"

Saat-saat terakhir pidato, dia menyerukan kembali, "elu-elu pada, jangan lupa pilih nomor dua, lupain yang nomor satu. Takbir! Takbir!"

KPAI mengaku telah menerima aduan terkait hal ini dan mengatakan telah melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Baswaslu) untuk memastikan apakah kejadian ini termasuk pelanggaran kampanye.

"Ini kan aksi bela tauhid, kenapa jadi bercampur-campur jadi aksi yang mengarah ke memilih capres tertentu? Berarti kan ada unsur politis. Ini kami tidak punya kewenangan kalau sudah urusan itu, maka kami serahkan ke Bawaslu," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti.

Dalam sejumlah unggahan di media sosial, anak yang disebut sebagai dai cilik ini dielu-elukan sebagai orator termuda.

Undang-Undang (UU) Nomor 7/2014 tentang Pemilihan Umum menyebut, pelibatan anak dalam kampanye adalah sebuah pelanggaran. Tapi berbeda dengan UU pemilu sebelumnya, sanksi pidana dihapus dalam UU baru - sehingga kekuatan hukumnya menurut KPAI tidak terlalu kuat.

KPAI dan Bawaslu masih mendalami, menurut Retno, apakah aksi bela tauhid kemarin bisa dikategorikan dalam kampanya atau tidak, dan bagaimana kasus ini harus ditanggapi.

Dalam UU Perlindungan Anak sendiri disebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.

Kehadiran anak 'tidak dianjurkan'
Namun secara umum, KPAI menegaskan bahwa anak-anak sebaiknya tidak dilibatkan dalam aksi-aksi yang melibatkan kerumunan padat.

"Aksi itu kerumunan, kategorinya, dalam sebuah kerumunan apa saja bisa terjadi jadi tidak aman bagi anak," lanjut Retno.

Ani membawa anaknya dalam aksi agar pengalaman itu berbekas dalam benak anaknya.

Dalam aksi 'bela tauhid' sebelumnya pada Jumat (26/11), seorang ibu mengatakan dia mengajak anak-anaknya hadir dengan maksud edukasi.

"Tujuan saya adalah memperkenalkan sejak dini kepada anak-anak agar cinta kepada tauhid. Kalimat suci yang menbuka pintu surga. Jadi anak-anak saya dikenalkan sejak dini supaya mereka sampai dewasa, bahkan sampai meninggal mereka tidak akan meninggalkan dua kalimat suci ini," kata Ani dari Tangerang kepada wartawan BBC News Indonesia Dwiki Marta.

Seruan ganti presiden dalam aksi bela tauhid tidak hanya dilakukan oleh orator cilik. Pada aksi Jumat (29/10), orator lain meneriakkan tagar 2019 ganti presiden. Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah banyak melakukan kebohongan dan mengkriminalkan ulama dan dinilai anti-islam.

"Pemimpin yang bohong mau kita beri kesempatan dua periode atau tidak?" "Pemimpin yang zolim, halal atau haram?"

Teriakan itu dijawab 'tidak' oleh massa.

SUMBER : NUSANEWS.ID

Subscribe to receive free email updates: