Sekolah dan Era Global

Sekolah dan Era Global

Oleh : Fuad Fachruddin ; Divisi Penjaminan Mutu Pendidikan Yayasan Sukma
MEDIA INDONESIAPada: Senin, 08 Jul 2019, 04:00 WIB

GLOBALISASI merupakan proses inkorporasi penduduk dunia menjadi satu warga dunia (world citizen), juga merupakan proses percepatan internasionalisasi dari berbagai dimensi kehidupan, serta terhubungkannya (interkoneksi) dalam sebuah jaringan global. 

Kemajuan cepat dalam teknologi dan telekomunikasi pada era ini memfasilitasi percepatan interkoneksi dan memberi pengaruh terhadap berbagai dimensi kehidupan, seperti ekonomi, politik, budaya, teknologi dan pendidikan (Sholte: 2000, Cohen and Kennedy: 2000, Steger: 2001, Degenhard Duigman: 2010).
Dalam dimensi pendidikan, arus global memberi pengaruh kuat terhadap kebijakan, praktik, dan kelembagaan pendidikan. Pendidikan dihadapkan kepada tuntutan, misalnya fleksibilitas dan adaptasi untuk merespons tuntutan dan kesempatan dunia kerja. Kegiatan kelas (pembelajaran) dituntut mampu membekali peserta didik kemampuan untuk hidup berdampingan dengan mereka yang memiliki latar belakang sosiokultural, politik, ideologi, dan agama yang beragam.
Pada sisi lain, selain mutu akademik, pembelajaran membantu mengukuhkan a sense of identity dalam keragaman afiliasi pandangan, paham, atau ideologi (Burbules and Torres: 2000). Kesemuanya muncul sebagai dorongan baru bagi 'dunia pendidikan' untuk membenahi konsep, sistem, dan mutu pendidikan.

Pendidikan global
Pendidikan global muncul sebagai upaya mempersiapkan generasi muda agar siap menghadapi kehidupan dunia yang sarat dengan persoalan dan saling keterkaitan satu bangsa dengan bangsa lain, satu dimensi kehidupan dengan dimensi lainnya. Sekolah atau institusi pendidikan menyiapkan generasi muda untuk hidup kreatif dan bekerja sama dalam menghadapi problematik global. Interkoneksi kehidupan menjadikan dunia sebuah kampung global. Pada sisi lain, kondisi global ini telah mendorong perkembangan disiplin ilmu yang memberi kekuatan untuk keluar dari pakem menuju pemahaman sistem dan dinamika global yang saling berhubungan (Gaudelli: 2003).
Sekolah global menjadikan peserta didik memiliki sikap saling memahami, saling menerima, memberi dan bekerja sama sebagai cerminan budaya sekolah. Kurikulum global menyiapkan peserta didik dapat hidup dalam kehidupan dunia yang berinterkoneksi secara progresif, yakni nilai manusia, institusi, dan perilaku secara kontekstual dikaji melalui pedagogi yang dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dan kemampuan kritis dalam kehidupan yang kompleks.
Hal ini dengan memanfaatkan informasi yang berlimpah ruah sebagai bahan untuk menentukan tindakan sosial atau mencari solusi terhadap persoalan (Gaudelli: 2003). Pendidikan global memberi peluang terhadap keragaman perspektif dalam konteks materi ajar dan keragaman perspektif peserta didik. Untuk mendorong tumbuhnya berbagai perspektif, pendidikan global tidak hanya menekankan apa yang dipelajari, tetapi juga tentang bagaimana kita belajar (how we learn atau learn how to learn). Guru pendidikan global mengadvokasi pembelajaran berbasis peserta didik (learner centered learning), pendekatan interaktif dan partisipatori (Khan: 2008).
Pendidikan global mengampanyekan perubahan cara pembelajaran yang tradisional, rote pedagogy, ke dalam konsep dan model pembelajaran konstruktif dan multidisiplin. Perubahan pemahaman pedagogi ini diperlukan untuk memberi bekal peserta didik keterampilan dan kemampuan (aptitude) yang diperlukan dalam kehidupan global, yaitu learning is self-motivated and directed; yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan peserta didik dalam berbagai dimensi, yaitu dimensi estetika, moral, emosi, fisik dan spiritual dalam kehidupan global, intelektualitas, dan membangun pengetahuan dalam proses pembelajaran, yaitu interaksi dinamis antara guru-pendidik, peserta didik dan sumber informasi yang berlimpah ruah (Gaudelli: 2003). Guru-pendidik harus mampu menanamkan pesan (kesadaran) yang terkandung dalam materi, seperti pemerataan, keadilan, menghargai hak-hak orang lain, kerja sama, dan saling ketergantungan.

Orientasi baru
Untuk itu, peserta didik harus dibekali dengan orientasi baru (kurikulum) dengan tujuan-tujuannya, yaitu pertama, kesadaran perspektif atau pandangan dunia, yaitu kesadaran akan keragaman pandangan. Peserta didik (a) memperoleh kemampuan berfikir dalam model sistem, (b) pemahaman tentang karakter dunia secara sistemis, dan (c) konsepsi menyeluruh tentang kemampuan dan potensi diri.
Kedua, kesadaran akan kelangsungan planet atau dunia. Peserta didik (a) memperoleh masukan untuk mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang kondisi global dan perkembangan atau kecendrungan global, (b) mengembangkan pemahaman tentang konsep keadilan, HAM dan tanggung jawab serta dapat menerapkan pemahaman dalam kondisi global, dan (c) mengembangkan orentasi ke depan dalam refleksi tentang kesehatan atau kelangsungan dunia.
Ketiga, kesadaran lintas budaya, yaitu keragaman gagasan atau pemikiran dan praksis akan ditemukan dalam kehidupan. Peserta didik (a) memahami bahwa tiap-tiap orang atau kelompok memiliki pandangan dunia yang tidak sama atau berbeda, (b) mengembangkan keterbukaan terhadap cara pandang orang lain. Keempat, pengetahuan tentang dinamika global bahwa dunia merupakan sistem yang berhubungan (kesediaan dan kesiapan bergabung). Peserta didik (a) menjadi sadar akan pilihan dan tindakan pribadi dan kolektif memengaruhi dunia kini dan mendatang, (b) mengembangkan keterampilan bertindak politik dan sosial yang diperlukan dalam pengambilan keputusan secara demokratis pada pelbagai tingkatan (dari tingkat akar rumput sampai tingkat global).
Kelima, process mindedness (berpikir berproses) pilihan manusia bahwa orang secara individu atau kelompok atau komunitas dihadapkan kepada persoalan dan harus membuat tindakan (penyelesaian) (Gaudelli: 2003). Peserta didik belajar bahwa (a) pembelajaran dan pengembangan diri merupakan perjalanan hidup yang berkesinambngan yang tidak pernah mencapai titik akahir, (b) selalu belajar dan menyadari bahwa perlu ada cara baru untuk melihat atau memahami dunia yang dinamis dan penuh risiko (Gaudelli: 2003; Hick: 2003).
Untuk itu, guru-pendidik harus dibekali dengan beratus gagasan, kemampuan tentang bagaimana mengajarkan dimensi globalitas termasuk kemajemukan manusia (human diversity) yang merupakan ide pokok pendidkan global. Isu ini sejalan dengan konsep pendidikan multikultural. Selain mutu akademik, pendidikan global memberi bekal peserta didik tentang (a) kajian problem dan isu lintas budaya dan negara dan saling keterkaitan sistem budaya, ekonomi, lingkungan, politik dan teknologi, (b) menanamkan pemahaman lintas budaya termasuk pengembangan keterampilan perspective taking, yaitu kemampuan melihat kehidupan dari pandangan orang lain. Dengan kata lain, pendidikan global tidak hanya membekali peserta didik pemahaman tentang dunia dengan keragaman budayanya, tetapi juga kemampuan memahami isu yang dihadapi masyarakat global. Peserta didik tidak tergantung pada pengetahuan dan informasi yang diberikan guru-pendidik. Mereka tidak hanya menerima pengetahuan dari satu sumber (guru), tapi juga membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman (belajar). Wallahualam. ***

Subscribe to receive free email updates: