Selasa 02 Juli 2019, 11:18 WIB
Menerapkan E-Government: Belajar dari Estonia
Jakarta - Kemerdekaan dari Uni Soviet menjadi momentum bagi Estonia untuk melangkah maju. Estonia sebagai sebuah negara harus memilih bagaimana mereka akan membangun masa depan. Bertahun-tahun di bawah "tirai besi" Uni Soviet membuat Estonia tertinggal dalam berbagai bidang mulai dari teknologi sampai infrastruktur. Termasuk di dalamnya bagaimana membangun infrastruktur komunikasi yang selama masa Uni Soviet tertinggal, jika tidak mau dikatakan terbelakang.
Estonia memiliki clean slate di mana pemerintah dan juga politisi dapat membangun apa yang menurut mereka baik tanpa adanya berbagai "dosa" dari masa lalu. Ketika Finlandia memutuskan untuk meng-upgrade sistem telepon analognya dengan sistem telepon digital, mereka menawarkan sistem telepon analog mereka untuk diberikan kepada Estonia. Logika berpikir sederhana pastinya sebuah negara kecil dan tertinggal ini lebih baik menerima tawaran dari Finlandia tersebut. Tetapi ternyata Estonia lebih memilih untuk mengembangkan sistem digital mereka sendiri. Keputusan ini menjadi awal di mana Estonia dapat membangun kembali negara mereka dengan basis digital.
Reformasi di bidang ekonomi yang dilakukan oleh Estonia setelah kemerdekaan dari Uni Soviet tentunya berakibat kepada keharusan adanya sistem pelayanan dan birokrasi yang memadai. Estonia tidak memiliki dana maupun kapasitas untuk dapat membangun sistem pelayanan dan birokrasi yang konvensional seperti pada masa itu. Penerapan E-Government bagi Estonia merupakan satu-satunya jalan, karena alternatifnya yaitu dengan menggunakan model birokrasi konvensional tidak memungkinkan bagi mereka baik itu untuk membangun maupun menjalankannya.
E-Government atau E-Governance mulai diterapkan oleh pemerintah Estonia pada 1997. Dalam sistem E-Governance warga bisa mendapatkan berbagai pelayanan publik selama 24 jam dan 7 hari penuh. Sebesar 99% dari pelayanan publik di Estonia bisa tersedia bagi warga melalui websitepemerintah, dan mayoritas dari pelayanan ini tidak memerlukan warga tersebut untuk hadir secara fisik kepada dinas pemerintah yang menyediakan pelayanan tersebut.
Pada 2005 Estonia merupakan negara pertama yang menawarkan bagi warganya pemilu secara online melalui internet. Para pemilih dapat memilih dari mana saja tanpa harus datang ke tempat pemungutan suara. Selama pemilih memiliki akses kepada sebuah komputer atau laptop dan memiliki koneksi internet, maka mereka dapat memilih. Estonia dalam kurun waktu 14 tahun sejak kemerdekaannya dari Uni Soviet sudah dapat menerapkan I-Voting atau Internet Voting.
Kemajuan Estonia sejak kemerdekaannya sampai sekarang untuk menjadi sebuah negara terdepan dalam penerapan E-Government menjadi sebuah hal yang luar biasa. Bahkan sampai pada 2019 ini belum banyak negara yang dapat menerapkan sistem pemilihan melalui internet dengan baik.Tentunya menjadi sebuah pertanyaan kemudian bagaimana sebenarnya Estonia dapat menerapkan E-Government dalam berbagai bidang ini, dalam waktu yang dapat dibilang singkat?
Terdapat dua kebijakan utama yang menjadi penopang dari berjalannya E-Government di Estonia. Pertama, kebijakan E-Identity di mana setiap warga Estonia memiliki identitas digital oleh pemerintah. Dengan adanya identitas digital ini warga di Estonia dapat mengakses berbagai pelayanan publik secara elektronik, bahkan tanda tangan digital di Estonia sudah memiliki kekuatan hukum dan diakui secara nasional sehingga berbagai dokumen yang perlu untuk ditandatangani bisa dilakukan secara online.
E-Identity memiliki tiga bentuk utama yaitu ID-Card (berbentuk kartu fisik yang terdapat chip di dalamnya), Mobile-ID (berbentuk kartu sim telepon), dan terakhir Smart-ID (berbentuk aplikasi di smartphone). Dengan adanya E-Identity ini data-data warga terdigitalisasi sehingga berbagai institusi baik itu negeri maupun swasta dapat memanfaatkan data ini tentunya dengan berbagai peraturan yang mengikat.
Kita tentunya tidak dapat serta merta menyalin kebijakan di Estonia untuk diterapkan secara langsung di Indonesia. Dibutuhkan adanya berbagai modifikasi agar E-Government model Estonia dapat di terapkan di Indonesia. Namun, setidaknya ada dua hal yang dapat kita jadikan sebagai tujuan dari penerapan E-Government di Indonesia, yaitu melaksanakan kebijakan digitalisasi identitas dan membuat jaringan data antardinas pemerintahan. Dua hal ini merupakan dasar dari bagaimana kita dapat menerapkan berbagai kebijakan turunan lainnya yang berhubungan dengan E-Government seperti pajak online, bisnis online, pemilu online, dan berbagai pelayanan publik lainnya. ***
Estonia memiliki clean slate di mana pemerintah dan juga politisi dapat membangun apa yang menurut mereka baik tanpa adanya berbagai "dosa" dari masa lalu. Ketika Finlandia memutuskan untuk meng-upgrade sistem telepon analognya dengan sistem telepon digital, mereka menawarkan sistem telepon analog mereka untuk diberikan kepada Estonia. Logika berpikir sederhana pastinya sebuah negara kecil dan tertinggal ini lebih baik menerima tawaran dari Finlandia tersebut. Tetapi ternyata Estonia lebih memilih untuk mengembangkan sistem digital mereka sendiri. Keputusan ini menjadi awal di mana Estonia dapat membangun kembali negara mereka dengan basis digital.
Reformasi di bidang ekonomi yang dilakukan oleh Estonia setelah kemerdekaan dari Uni Soviet tentunya berakibat kepada keharusan adanya sistem pelayanan dan birokrasi yang memadai. Estonia tidak memiliki dana maupun kapasitas untuk dapat membangun sistem pelayanan dan birokrasi yang konvensional seperti pada masa itu. Penerapan E-Government bagi Estonia merupakan satu-satunya jalan, karena alternatifnya yaitu dengan menggunakan model birokrasi konvensional tidak memungkinkan bagi mereka baik itu untuk membangun maupun menjalankannya.
E-Government atau E-Governance mulai diterapkan oleh pemerintah Estonia pada 1997. Dalam sistem E-Governance warga bisa mendapatkan berbagai pelayanan publik selama 24 jam dan 7 hari penuh. Sebesar 99% dari pelayanan publik di Estonia bisa tersedia bagi warga melalui websitepemerintah, dan mayoritas dari pelayanan ini tidak memerlukan warga tersebut untuk hadir secara fisik kepada dinas pemerintah yang menyediakan pelayanan tersebut.
Pada 2005 Estonia merupakan negara pertama yang menawarkan bagi warganya pemilu secara online melalui internet. Para pemilih dapat memilih dari mana saja tanpa harus datang ke tempat pemungutan suara. Selama pemilih memiliki akses kepada sebuah komputer atau laptop dan memiliki koneksi internet, maka mereka dapat memilih. Estonia dalam kurun waktu 14 tahun sejak kemerdekaannya dari Uni Soviet sudah dapat menerapkan I-Voting atau Internet Voting.
Kemajuan Estonia sejak kemerdekaannya sampai sekarang untuk menjadi sebuah negara terdepan dalam penerapan E-Government menjadi sebuah hal yang luar biasa. Bahkan sampai pada 2019 ini belum banyak negara yang dapat menerapkan sistem pemilihan melalui internet dengan baik.Tentunya menjadi sebuah pertanyaan kemudian bagaimana sebenarnya Estonia dapat menerapkan E-Government dalam berbagai bidang ini, dalam waktu yang dapat dibilang singkat?
Terdapat dua kebijakan utama yang menjadi penopang dari berjalannya E-Government di Estonia. Pertama, kebijakan E-Identity di mana setiap warga Estonia memiliki identitas digital oleh pemerintah. Dengan adanya identitas digital ini warga di Estonia dapat mengakses berbagai pelayanan publik secara elektronik, bahkan tanda tangan digital di Estonia sudah memiliki kekuatan hukum dan diakui secara nasional sehingga berbagai dokumen yang perlu untuk ditandatangani bisa dilakukan secara online.
E-Identity memiliki tiga bentuk utama yaitu ID-Card (berbentuk kartu fisik yang terdapat chip di dalamnya), Mobile-ID (berbentuk kartu sim telepon), dan terakhir Smart-ID (berbentuk aplikasi di smartphone). Dengan adanya E-Identity ini data-data warga terdigitalisasi sehingga berbagai institusi baik itu negeri maupun swasta dapat memanfaatkan data ini tentunya dengan berbagai peraturan yang mengikat.
Kedua, yang menjadi penopang dari berjalannya E-Government di Estonia adalah adanya sebuah jaringan antar berbagai layanan yang ada melalaui apa yang dinamakan dengan X-Road. Ketika berbagai data-data baik itu yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta sudah terdigitalisasi, maka diperlukan sebuah jaringan agar data tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik.
Layaknya seperti di Indonesia, di Estonia pun terdapat berbagai dinas yang dimiliki pemerintah sehingga data-data pun terpisah di antara dinas-dinas itu. Setiap dinas memiliki sistem dan juga datanya sendiri. Maka dari itu X-Road ini dibangun agar data-data yang dimiliki oleh berbagai dinas dapat disatukan menjadi sebuah informasi yang lengkap tentang data diri seseorang.
Layaknya seperti di Indonesia, di Estonia pun terdapat berbagai dinas yang dimiliki pemerintah sehingga data-data pun terpisah di antara dinas-dinas itu. Setiap dinas memiliki sistem dan juga datanya sendiri. Maka dari itu X-Road ini dibangun agar data-data yang dimiliki oleh berbagai dinas dapat disatukan menjadi sebuah informasi yang lengkap tentang data diri seseorang.
Dapat kita ilustrasikan kemudahan dari adanya sistem terintegrasi ini adalah seperti data tentang tempat tanggal lahir kita dari dinas kependudukan dan catatan sipil, data pendidikan kita dari dinas pendidikan, catatan kelakuan baik kita dari kepolisian, data pekerjaan kita dari dinas tenaga kerja, data tentang besaran pajak kita dari dinas pajak, dan lain sebagainya. Dengan adanya informasi yang lengkap mengenai data digital kita yang dimiliki oleh berbagai dinas pemerintah, pada praktiknya ini akan memudahkan berbagai pelayanan publik bagi warganya. Sehingga ketika kita sudah memberikan data kita di satu dinas, maka kita tidak perlu memberikan data tersebut ke dinas lain karena berbagai dinas yang ada dalam pemerintahan ini saling berbagi data. Ini sangat mengurangi waktu pengurusan yang lama dan birokrasi yang berbelit.
Indonesia dengan birokrasinya yang dapat dibilang mayoritas masih konvensional, maka kita perlu mengisi formulir di berbagai dinas ketika kita memerlukan pelayanannya. Pemerintah sebenarnya sudah memiliki data tentang kita, hanya saja data tersebut tidak dapat diakses oleh dinas yang membutuhkan karena sistem yang belum terintegrasi. Kita diharuskan untuk melengkapi formulir bahkan hanya untuk membuktikan bahwa memang "kita adalah kita" di dinas-dinas yang berbeda.
Kita tentunya tidak dapat serta merta menyalin kebijakan di Estonia untuk diterapkan secara langsung di Indonesia. Dibutuhkan adanya berbagai modifikasi agar E-Government model Estonia dapat di terapkan di Indonesia. Namun, setidaknya ada dua hal yang dapat kita jadikan sebagai tujuan dari penerapan E-Government di Indonesia, yaitu melaksanakan kebijakan digitalisasi identitas dan membuat jaringan data antardinas pemerintahan. Dua hal ini merupakan dasar dari bagaimana kita dapat menerapkan berbagai kebijakan turunan lainnya yang berhubungan dengan E-Government seperti pajak online, bisnis online, pemilu online, dan berbagai pelayanan publik lainnya. ***