Selasa 02 Juli 2019, 14:16 WIB
Bangkit Pascagempa dengan "Puskesmas Hijau"
Jakarta -
Proses rekonstruksi puskesmas masih berfokus pada pembangunan sarana dan prasarana tanpa melihat pentingnya kondisi lingkungan yang ikut berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Penerapan konsep "green" (reduce, reuse, recycle) di lingkungan puskesmas amat penting untuk memastikan optimalisasi peran puskesmas pada aspek promotif, preventif, dan tidak semata berfokus pada kuratif.
Gempa bumi yang melanda provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Juli 2018 lalu mengakibatkan kerusakan yang cukup parah termasuk rusaknya sarana kesehatan seperti puskesmas. Beberapa puskesmas seperti Puskesmas Sembalun, Belanting, dan Sambalia hingga saat ini masih berada di lingkungan baru berstatus sementara dengan kondisi bangunan yang kurang memadai dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan.
Proses rekonstruksi puskesmas masih berfokus pada pembangunan sarana dan prasarana tanpa melihat pentingnya kondisi lingkungan yang ikut berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Penerapan konsep "green" (reduce, reuse, recycle) di lingkungan puskesmas amat penting untuk memastikan optimalisasi peran puskesmas pada aspek promotif, preventif, dan tidak semata berfokus pada kuratif.
Pentingnya mengembangkan "puskesmas hijau" di NTB menjadi tema sentral program pengabdian masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang sudah mulai dilaksanakan sejak 24 Juni 2019 lalu. Saya menggagas program dengan harapan, dengan pelaksanaan puskesmas hijau seluruh proses pelayanan akan berjalan dengan pendekatan yang lebih ramah terhadap alam, sejalan dengan prinsip health care without harm yang kini menjadi arus utama gerakan pembangunan kesehatan dunia.
Selain itu, puskesmas hijau diharapkan juga akan berpengaruh positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah dan mengurangi risiko kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Rangkaian program ini dimulai pada 24 Juni 2019 dengan perjalanan ke Kabupaten Lombok Timur oleh tim Fakultas Kesehatan Masyarakat yang diketuai oleh saya sendiri, beranggotakan tiga mahasiswa pascasarjana yaitu Ns. Ekasafitri A.S Sangadji, S.Kep; Hairani, SKM; dan Deden Herlan Suangsa, SKM.
Pada perjalanan tersebut, tim bersama perwakilan puskesmas dan mitra lokal membahas terkait penyelenggaraan pedoman puskesmas ramah lingkungan atau Green Primary Health Care yang menjadi penting untuk dibahas dan kemudian diimplementasikan sebagai bentuk kontribusi, komitmen, dan kepedulian puskesmas terhadap alam pascagempa. Antusiasme puskesmas terlihat jelas saat menghadiri pertemuan dengan tim pengabdi. Jumlah perwakilan puskesmas yang hadir melebihi ekspektasi, dan semangat yang luar biasa saat mempresentasikan hasil analisis situasi puskesmas maupun diskusi penyusunan draft SOP Green Puskesmas.
Selain itu, puskesmas hijau diharapkan juga akan berpengaruh positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah dan mengurangi risiko kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Rangkaian program ini dimulai pada 24 Juni 2019 dengan perjalanan ke Kabupaten Lombok Timur oleh tim Fakultas Kesehatan Masyarakat yang diketuai oleh saya sendiri, beranggotakan tiga mahasiswa pascasarjana yaitu Ns. Ekasafitri A.S Sangadji, S.Kep; Hairani, SKM; dan Deden Herlan Suangsa, SKM.
Keesokan harinya, tim melakukan kunjungan ke beberapa puskesmas di kaki gunung Rinjani. Puskesmas pertama yang dikunjungi yaitu Puskesmas Sambelia dengan kondisi bangunan yang telah direnovasi pascagempa, namun masih memiliki beberapa masalah terkait pengelolaan limbah walaupun untuk limbah medis sudah ada kerja sama dengan pihak ketiga dan juga sudah memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Sedangkan limbah non medis masih belum ada sistem pemilahan misalnya organik dan non-organik. Apabila limbah non medis tersebut belum diangkut, maka limbah tersebut dibakar di lahan kosong belakang gedung puskesmas.
Puskesmas Belanting memiliki persoalan yang sama terkait pengelolaan dan pemilahan limbah non medis, yang kemudian juga dibakar bersamaan dengan beberapa limbah medis lainnya. Puskesmas Belanting saat ini tengah menyiapkan trolley sampah non medis yang kemudian dipisah berdasarkan sampah botol, sisa makanan, dan kertas. Dengan kondisi bangunan puskesmas sementara yang masih beralaskan tanah, dinding triplek, dan ruang perawatan gabungan semua usia (dewasa, anak, remaja), semangat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat dengan kondisi yang serba terbatas menjadi contoh nyata bagi petugas kesehatan lainnya.
Puskesmas Belanting memiliki persoalan yang sama terkait pengelolaan dan pemilahan limbah non medis, yang kemudian juga dibakar bersamaan dengan beberapa limbah medis lainnya. Puskesmas Belanting saat ini tengah menyiapkan trolley sampah non medis yang kemudian dipisah berdasarkan sampah botol, sisa makanan, dan kertas. Dengan kondisi bangunan puskesmas sementara yang masih beralaskan tanah, dinding triplek, dan ruang perawatan gabungan semua usia (dewasa, anak, remaja), semangat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat dengan kondisi yang serba terbatas menjadi contoh nyata bagi petugas kesehatan lainnya.
Masalah limbah juga dihadapi oleh Puskesmas Sembalun, namun berbeda dengan puskesmas lainnya, khusus limbah non medis, petugas puskesmas yang harus mengantarkan sendiri limbah tersebut ke pihak ketiga. Sehingga puskesmas harus mengeluarkan biaya pribadi untuk akomodasi pengangkutan limbah ke pihak ketiga dengan jarak tempuh yang cukup jauh dan jalanan pegunungan yang terjal.
Semua upaya yang dilakukan masing-masing puskesmas menunjukkan kontribusi mereka terhadap kesehatan negeri ini, yang dimulai dari pinggiran Indonesia. Begitu besar pengabdian mereka terhadap masyarakat, begitu membara semangat yang ditularkan untuk membangun sistem pelayanan kesehatan yang tidak hanya berfokus pada patient center care, namun tetap berfokus lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Semua upaya yang dilakukan masing-masing puskesmas menunjukkan kontribusi mereka terhadap kesehatan negeri ini, yang dimulai dari pinggiran Indonesia. Begitu besar pengabdian mereka terhadap masyarakat, begitu membara semangat yang ditularkan untuk membangun sistem pelayanan kesehatan yang tidak hanya berfokus pada patient center care, namun tetap berfokus lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Menurut Juliana, A.Md.Keb, bidan koordinator Puskesmas Sambelia, program pengabdian masyarakat ini terasa amat bermanfaat. "Secara bertahap, puskesmas akan memperbaiki sistem pengolahan sampah dan menata lingkungan menjadi lebih hijau." Erma Rismayanti, A.Md.Keb sebagai perwakilan Puskesmas Sembalun di kaki gunung Rinjani yang paling terdampak oleh gempa NTB lalu menyatakan program Green Puskesmas ini membantu mereka menjadi pusat layanan kesehatan yang nyaman dan aman bagi warga dan wisatawan. "Kami juga senang jika dengan Green Puskesmas ini kami bisa ikut mengurangi dampak buruk pemanasan global yang saat ini terjadi."
Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas M.A.R.S ; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia