Melawan Korupsi Pendidikan

Kamis 11 Juli 2019, 12:16 WIB

Melawan Korupsi Pendidikan

Kurniawan Adi Santoso - detikNews

Rumini, seorang guru honorer melawan korupsi pendidikan. Dia dipecat oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan pada 3 Juni 2019 setelah membongkar pungli di SDN Pondok Pucung 02 pada Mei 2018. Sekolah tempat dia mengajar diduga melakukan pungutan pada wali murid berupa uang komputer, uang instalasi proyektor, uang kegiatan sekolah, sampai buku. Namun hasil investigasi Dinas Pendidikan dan Inspektorat nihil, alias tak ada pungli di SD itu. Lalu, pada 4 Juli lalu guru Rumini melaporkan pungli itu ke Mapolresta Tangsel. 

Keberanian guru Rumini melawan pungli pendidikan patut kita dukung. Gerakan moral lewat lewat petisi online (https://ift.tt/2JyRViC) pun telah digagas oleh Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH). Sampai tulisan ini dibuat petisi sudah ditandatangani 241 orang.
Masih maraknya praktik pungli di sekolah berarti ada ketidakberesan dalam pengelolaan BOS. Mestinya BOS dapat mencukupi seluruh biaya pendidikan di sekolah. Bila sekolah masih menarik iuran dari orangtua murid yang harusnya biaya itu bisa dibiayai BOS, maka patut dicurigai jangan-jangan BOS tidak dikelola sebagaimana mestinya.
Bukan rahasia lagi bila BOS jadi sasaran korupsi. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), dari 2005 hingga 2016 sebanyak 93 kasus korupsi terjadi di sekolah dengan kerugian negara sebesar Rp 136 miliar. Sebanyak 65 kepala sekolah dan 27 bendahara sekolah sudah ditetapkan menjadi tersangka korupsi.
Sekolah dengan BOS-nya menjadi "lahan basah" untuk mereka yang ingin menambah kekayaan dengan mudah. Karena jumlah BOS yang besar, meski dikorupsi masih tampak bisa membiayai berbagai program pendidikan. Ketidaktransparanan memudahkan oknum dan kelompok kejahatan menyelewengkan dana pendidikan serta terhindar dari pantauan publik.
Di samping itu, lemahnya pengawasan internal, terutama dari Dinas Pendidikan yang terkesan hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja. Ketidakseriusan Dinas Pendidikan dalam mengaudit laporan keuangan sekolah karena praktik suap. Dan ini bukan rahasia lagi di kalangan sekolah.
Keterlibatan masyarakat juga masih minim. Selama ini orangtua jarang dilibatkan dalam perencanaan alokasi anggaran sekolah. Peran komite yang seharusnya menjadi supervisi sekolah seolah tidak ada dalam pengawasan. Sering kali pihak komite tidak bersikap independen saat menemukan kejanggalan yang terjadi pada operasional sekolah.
Masyarakat sebenarnya punya hak untuk mengawasi peruntukan dana pendidikan. Karena BOS digunakan untuk membiayai putra putri mereka di sekolah. Namun, masyarakat tidak berani kritis. Khawatir bila anak mereka kurang dilayani dengan baik oleh sekolah. Ini yang kemudian membuat mereka memilih untuk diam dan percaya sepenuhnya pada sekolah atas pengelolaan BOS.
Padahal lemahnya pengawasan publik bisa membuat sekolah lepas kontrol. Penyelewengan dana BOS makin masif. Praktik pungli dan korupsi sulit dibongkar.
Mencegah
Setidaknya ada empat hal yang harus dilakukan untuk mencegah pungli dan korupsi pendidikan. Pertama, pendidikan antikorupsi hendaknya tidak hanya sekadar pemenuhan kurikulum. Lebih dari itu, dipraktikkan bersama dengan keteladanan dari guru dan kepala sekolah. Pendidikan antikorupsi bisa melemahkan virus korupsi. Penyebaran vaksin antikorupsi dalam pendidikan harus dilakukan secara masif. Dengan disuntikkan nilai-nilai antikorupsi diharapkan dapat menjadi benteng kukuh dalam memerangi segala macam korupsi di sekolah.
Kedua, sekolah wajib menerapkan sistem keuangan berbasis online agar lebih transparan dan akuntabel. Semacam E-budgeting kiranya jadi solusi terbaik sistem keuangan online yang bisa dipakai sekolah. Sistem ini diterapkan sebagai dokumentasi penyusunan anggaran sehingga diharapkan bisa mencegah upaya penggelapan dana.

Dengan menerapkan sistem E-budgeting BOS, data yang telah dimasukkan sudah tak bisa diutak-atik lagi dan telah tersebar ke publik. Sistem pendataan keuangan pun bisa berlangsung secara efisien dan efektif. Dengan menggunakan sistem dan jaringan terpadu, maka Dinas Pendidikan sampai ke Kemdikbud bisa langsung mengendalikan dan mengevaluasi secara langsung.
Ketiga, pemberdayaan komite sekolah untuk menjalankan fungsinya secara aktif. Yakni, selain ikut serta dalam proses penyusunan anggaran pendidikan di sekolah, komite sekolah berperan aktif dalam pengawasan penggunaan dana operasional sekolah. Hasil pengawasannya wajib dilaporkan pada orangtua siswa dan masyarakat. Pun menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, atau aspirasi dari orangtua dan masyarakat atas penggunaan BOS.
Keempat, mendorong publik untuk aktif mengawasi anggaran pendidikan. Sekolah, dinas pendidikan, Kementerian Pendidikan, dan pemerintah daerah yang mengelola anggaran pendidikan wajib membuka perencanaan dan besaran anggaran ke masyarakat agar dapat diawasi. Transparansi publik ini merupakan kewajiban dari setiap lembaga untuk mencegah dan mengantisipasi segala tindakan kecurangan dalam pengelolaan anggaran.
Pemantauan data keuangan sekaligus pengendaliannya oleh publik merupakan praktik dari demokratisasi keuangan. Masyarakat bisa langsung melayangkan keluhan jika mencurigai data yang tidak semestinya. Mereka harus memastikan apakah dana yang diterima sekolah sudah digunakan sebagaimana mestinya atau belum.
Jika masyarakat mencurigai adanya korupsi di sekolah, bisa melakukan pengaduan secara berjenjang. Mulai dari melaporkan ke Komite Sekolah. Jika belum ada perubahan positif, laporkan ke Dinas Pendidikan dan wajib direspons. Pun bisa lapor secara cepat lewat online untuk BOS ke https://ift.tt/2Y0n2wA, sedangkan pungli ke laporpungli.kemdikbud.go.id atau email ke lapor@saberpungli.id.
Akhir kata, perang melawan korupsi pendidikan merupakan agenda kita bersama. Guru dan kepala sekolah harus sebagai garda terdepan dalam membumikan pendidikan antikorupsi. Bukan malah ikut jadi "tikus berdasi".
Kurniawan Adi Santoso ; gGuru SDN Sidorejo, Kab. Sidoarjo, Jatim

Subscribe to receive free email updates: