Ditolak Berobat ke Puskesmas, Bayi 7 Bulan di Brebes Meninggal. Klarifikasi Puskesmas Bikin Netizen Gregetan. Simak Faktanya Bikin Nyesek!


Infoteratas.com - Bayi 7 bulan di Desa Sidamulya, Kecamatan Wanasari, Brebes, Jateng, meninggal akibat tidak mendapatkan pertolongan medis saat menderita muntaber. Ketika ibu si bayi membawanya ke Puskesmas, petugas menolak dengan dalih berkas administrasi tidak lengkap.

Icha Selvia, mengalami muntah-muntah dan buang air sejak Jumat petang. Sabtu pagi, bayi tersebut dibawa ke Puskemas Sidamulya oleh Emiti, ibu si bayi. Namun petugas menolak menerimanya. Alasannya, Emiti tidak bisa menunjukkan kartu keluarga (KK) dan Icha belum memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Emiti mengakui bahwa saat datang ke Puskesmas itu dia memang tidak membawa KK. Namun kalaupun dia membawanya, mungkin juga akan dipersoalkan lagi karena nama bayi 7 bulan tersebut memang belum tercatat di KK. Icha juga belum punya KIS karena masih dalam proses. Ketika Suniti hanya menyodorkan KTP, petugas langsung menampik.

"Dua petugas itu ngomong tidak bisa menerima Icha karena tidak ada salinan KK. Saya sudah menjelaskan bahwa Icha belum terdaftar dalam KK karena masih berumur 7 bulan, tapi ya tetap ditolak. Padahal kondisi anak saya saat itu sudah sangat lemah," ujar Emiti, saat ditemui di rumahnya, Senin (11/12/2017).

Emiti segera berbalik menuju tempat praktik bidan desa, namun lagi-lagi gagal karena bu bidan sedang tak ada di rumah. Demikian juga ketika dia mendatangi Polindes di balai desa setempat, ternyata juga tutup.

"Saya tidak berani membawa Icha ke rumah sakit karena tidak memiliki biaya cukup, apalagi suami saya tidak ada di rumah karena sedang merantau, kerja di kapal ikan," kata Emiti yang memang berasal dari keluarga tidak mampu.

Kondisi Icha pun semakin lemah karena tidak mendapat pertolongan medis. Bocah ini pun akhirnya meninggal pada Minggu siang dan langsung dikuburkan pada sore harinya di TPU terdekat sore harinya.

Kepala Puskesmas Sidamulya, dr Arlinda, mengakui ada petugasnya yang menolak pasien hanya karena kurang syarat administrasi. Padahal Puskesmas memiliki fungsi kedaruratan yang seharusnya lebih mendahulukan kondisi darurat pasien dibanding kelengkapan administrasi. 


Netizen Geram, Kronologi Kematian Bayi Icha Versi Pemkab Brebes Justru Salahkan Pasien


Pemkab menuliskan kronologi perihal kejadian duka yang menimpa Icha Selfia, bayi tujuh bulan yang meninggal akibat diabaikan pihak Puskesmas.
Dalam rilis yang disebarkan ke media sosial, Emiti (32) disebut datang dalam keadaan tenang dan tak panik ke puskemas.
Petugas pendaftaran mengira pasien akan berobat jalan biasa.

Pasien juga tak membawa identitas apapun. Emiti diminta membawa identitas dari rumahnya yang berada dekat dengan puskesmas.
"Tetapi Ibu pasien malah membawa bayinya ke PKD di desa tetapi di PKD bidan sedang tidak di tempat karena saat itu bidan sedang berada di puskesmas untuk persiapan akreditasi," tulis rilis tersebut.
Emiti kemudian membawa buah hatinya ke rumah bidan desa setempat.
Sayangnya, bidan tak ada di rumah.



"Oleh suami bidan desa tsb, ibu pasien di sarankan tetap kembali ke puskesmas, akan tetapi ibu pasien tidak melakukan anjuran tersebut. Ibu pasien pulang membawa anaknya ke rumah," terang dalam rilis tersebut.

Setelah itu, esoknya Emiti disebut tak lagi membawa Icha berobat hingga akhirnya meninggal dunia pada Minggu (10/12/2017).
"Untuk petugas loket yang telah bertindak tidak sesuai SOP telah kami lakukan tindakan sangsi tegas berupa teguran keras dan memindah tigaskan ke bagian lain yaitu TU," tulis dalam rilis.
Netizen justru geram dengan kronologi yang beredar ini.

Kronologi dibuat seakan-akan menunjukkan kesalahan ada di pihak pasien.

"ada SOPnya yg nyebutin klo ortu ga panik berarti kondisi pasien baik2 aja jadi ga usah diperiksa? emang yg sakit anak atau ibu? mikir? @ganjarpranowo," tulis @teofillin.
"tum @PartaiSocmed,burukny pelayann kesehatan,mrenggut nyawa,bikin klarfikasi mlah pasien yg d slahkanm," tulis @ubNezad.
"Hubungan antara ibu yg tidak panik dgn kondisi kesehatan si bayi dimana ? Intinya ini mah cuma pembelaan diri," tulis @pesisir_toba.
"GBLK malah nyalahin ibunya. Mana ada ibu yg santai anaknya sakit. Brengsek," tulis @adrianyuly.

Dilansir dari TribunJateng.com, Senin (11/12/2017) Emiti menceritakan, anak bungsunya itu tampak tidak sehat sejak Jumat (8/12) malam.
"Icha mengalami gejala muntah dan berak (mutaber). Kemudian, malam- malam saya bawa ke tukang urut," kata Emiti, Senin (11/12).
Namun, kata dia, tukang urut menyarankannya membawa Icha berobat ke Puskesmas.


Keesokan harinya, pada Sabtu (9/12), Emiti membawa Icha ke Puskesmas.
Ia harus berjalan kaki sejauh sejauh 1,5 kilometer sekitar pukul 10.00 WIB.
Ekonomi yang pas-pasan tak memungkinkan dirinya punya kendaraan, suaminya pun tengah merantau ke luar kota.
"Sampai sana, saya dibiarkan seperti patung. Petugas tidak melayani. Padahal anak saya kondisinya sudah lemas," ujar Emiti.
Alasan petugas menolaknya, kata dia, lantaran dia tidak membawa Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Saya hanya bawa Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) milik saya dan KTP saya," ucapnya.
Kalaupun ada KK, percuma saja. Nama Icha belum tercantum ke dalam KK.

Karena tidak kunjung mendapatkan pelayanan, Emiti pun menuju rumah tempat praktik bidan desa. Namun yang bersangkutan, tidak ada di rumah.


Demikian juga ketika dia mendatangi Pondok Bersalin Desa (Polindes) di balai desa setempat, yang ternyata tutup.

Akhirnya, ia memutuskan untuk membeli obat bebas yang dijual di warung- warung.

"Saya beli obat di warung. Anak saya mau minum. Setelah itu saya kasih ASI (air susu ibu)," ucap Emiti.
Ia mengaku tidak berani membawa Icha ke rumah sakit karena khawatir uang yang dimiliki tidak cukup untuk biaya pengobatan. "Apalagi, suami saya tidak sedang di rumah. Dia merantau kerja di kapal ikan," tuturnya.
Meskipun sudah dikasih obat warung, Icha tidak kunjung pulih. Hingga akhirnya, Icha menghembuskan napas terakhir pada Minggu (10/12) siang.
Icha pun dikebumikan pada Minggu sore. Emiti mengatakan masih tidak terima dengan perlakuan petugas Puskesmas atas dirinya dan si buah hati.
"Saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti itu," tandasnya.

Menengok Keluarga Bayi yang Ditolak Berobat ke Puskesmas di Brebes

Rumah keluarga bayi Icha Selvia di Brebes. Foto: Imam Suripto/detikcom


Emiti (32), ibu dari bayi yang meninggal karena ditolak saat akan berobat di Puskesmas Sidamulya, Kecamatan Wanasari, Brebes adalah keluarga termiskin di desanya. Keluarga ini menempati sebidang rumah semi permanen yang kondisinya sangat memprihatinkan. 

Saat detikcom berkunjung ke rumah Emiti, Selasa (12/12/2017), tampak tidak ada listrik dan fasilitan MCK yang memadai. Rumah keluarga Emiti ini berukuran 5 x 5 meter dengan lantai tanah. Bangunan tembok batu bata hanya terdapat di bagian muka rumah, sisanya menggunakan anyaman bambu yang sudah usang sebagai penyekat antar ruangan. Hanya ada 2 dipan kayu berlapis terpal dan kasus tipis sebagai tempat tidur.

Ada tujuh jiwa yang mendiami rumah ini. Mereka adalah lima anak-anak, Emiti, dan seorang nenek tua. Setelah kematian bayi Icha Selvia, kini menyisakan enam orang di rumah tersebut. Sedangkan Saroi, suami Emiti, tidak pernah di rumah karena sedang merantau sebagai nelayan.

"Anak-anak yang sudah besar tidurnya di lantai yang dilapisi plastik dan kasur, sedangkan dipan untuk anak bayi termasuk Emiti," kata Emiti.

Rumah keluarga ini berada di gang kecil dan akses jalan masuk pun masih berupa tanah yang becek. Demikian pula di halaman rumah, masih banyak genangan air comberan buangan limbah MCK. 

Keluarga ini tidak memiliki fasilitas MCK yang layak. Aktifitas mandi dan cuci dilakukan di halaman rumah. Tumpukan kain gombal dan ember-ember berisi air cucian makin membuat kumuh rumah keluarga tersebut.

Di bagian dalam rumah pun kondisinya tidak kalah memprihatinkan. Bagian belakang banyak dipenuhi barang-barang bekas. Ada pula kandang ayam yang membuat rumah ini makin tidak sehat. 

Tidak jauh dari kandang ayam, ada dapur dari tanah sebagai alat masak. Emiti menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan bagi keluarganya.

Kepala Desa Sidamulya, Hadi Darnoto, membenarkan keluarga Emiti adalah keluarga termiskin yang ada di desanya. Keluarga ini selalu diperhatikan oleh pemerintah desa karena memang kondisinya sangat memprihatinkan.

"Ini jadi perhatian kita, termasuk dari masyarakat. Untuk makan juga banyak dibantu oleh warga sekitar. Karena keluarga ini memang paling miskin dan lemah ekonominya," kata Kades Sidamulya saat ditemui.

Kades juga sangat menyayangkan terhadap puskesmas yang tidak memberikan pelayanan kesehatan terhadap salah satu warganya hingga meninggal karena terkena muntaber. Padahal, hampir semua petugas di puskesmas ini sudah mengenal keluarga Emiti. (detik.com)

Subscribe to receive free email updates: