Mendes, Maathai, dan Masa Depan

Penulis : VICTOR YASADHANA ; Direktur Pendidikan Yayasan Sukma
MEDIA INDONESIAPada: Senin, 01 Jul 2019, 00:20 WIB



“At first i thought i was fighting to save rubber trees, then i thought i was fighting to save the Amazon rainforest. Now i realize, i am fighting for humanity.” Chico Mendes (1944–1988)
MASA depan jelas berutang dan perlu berguru pada Chico Mendes dan Wangari Maathai. Juga pada sederet orang hebat, yang semasa hidupnya memikirkan masa depan, dengan cara mencari jalan terbaik untuk membuktikan cinta mereka pada lingkungan.
Kisah hidup Chico Mendes film tafsir atas perjuangannya, The Burning Season (1994) merupakan salah satu film wajib yang perlu ditonton para aktivis atau mereka yang peduli pada isu lingkungan—ialah contoh tentang kebaikan yang tak bisa didulang seketika.      
Berdasar prinsip ‘pemanfaat­an hutan tanpa merusaknya’, perlawanan Mendes terhadap upaya penebangan hutan yang semena-mena, upaya pembelaan dan pemberdayaannya atas para penyadap karet di Cachoeira, Bahia, Brasil, memang harus dibayar dengan nyawa­nya. Akan tetapi, kematiannya juga muasal tonggak kesadaran baru tentang pengelolaan hutan demi masa depan.
Perjuangan yang kurang lebih sama ditunjukkan Wangari Maathai. Perempuan Kenya yang hampir sepanjang hidupnya mendedikasikan hidupnya demi mewujudkan pendekatan holistis pada pembangunan yang lebih memperhatikan konservasi lingkungan, pemberdayaan komunitas, dan peningkatan kapasitas masyarakat, khususnya di negaranya (Maathai: 2006 dan Peace Review Journal, Issue 2, Vol 25: 2013).
Di tengah tantangan dunia politik Kenya yang maskulin, misoginistik dan represif, Maathai memilih berjuang memastikan warisan masa depan bangsanya akan tetap tersedia. Atas kontribusinya terhadap hak-hak perempuan, pembelaannya terhadap mereka yang ditindas secara politik dan perjuangannya untuk membela lingkungan, Maathai meraih penghargaan Nobel Perdamaian pada 2004.
Mendes dan Maathai, seperti banyak pahlawan dan orang hebat lainnya, memastikan setiap asa kebaikan akan terus menyala dan tetap terjaga. Komitmen mereka memperhatikan dan mengajak orang untuk peduli dan mencintai lingkungannya merupakan ­upaya untuk menjamin warisan bagi generasi berikutnya.
Kesadaran lingkungan
Perjuangan menjaga lingkung­an hidup selalu mensyaratkan kerelaan untuk menghasilkan dan melakukan kebaikan yang tak mengharap hasil instan. Bahwa keberpihakan pada lingkungan sering dianggap sebagai hambatan atas pembangunan atau kemajuan, tidak menyam­pingkan bahwa menjaga, memeliharanya membutuhkan komitmen dan konsistensi. Dua hal yang hanya dibangun dari kesadaran yang dalam dan kemudian--bisa jadi--berubah menjadi kebutuhan atau bahkan sebuah keharusan.
Di masa bencana dan kerusakan alam menjadi terlalu sering terjadi dan menghantui, memikirkan perlakuan manusia yang lebih bermartabat terhadap lingkungan alam ialah pilihan yang tak terelakkan dan perlu segera dilakukan. Menumbuhkan kesadaran lingkungan, memperlakukan lingkungan dengan menimbang konsekuensi di masa mendatang dan upaya-upaya perbaikan, serta penghematan dan penemuan sumber daya alternatif bisa dimulai dengan langkah sederhana dalam lingkup kecil: sekolah.
Sekolah selalu dianggap tempat yang tepat untuk berharap pada proses memupuk dan menyemai nilai-nilai baik. Selain mengumpulkan pengetahuan, bersekolah juga ‘proses menjadi’ bagi mereka yang mengalami, menjadi manusia sejati yang tidak saja paham kemampuan diri, tetapi juga berguna dan bermakna bagi orang lain. Pada titik inilah, sekolah tempat tepat memupuk kesadaran pentingnya memelihara lingkungan alam dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab. Bagaimana mengembangkan kesadaran lingkungan di sekolah?
Tantangan dan keuntungan
Salah satu tantangan menarik menumbuhkan kesadaran lingkungan di sekolah ialah bagaimana membuat persoalan lingkungan merupakan masalah yang dekat dan nyata. Sesuatu yang harus dihadapi dan perlu dijawab segera. Mengenal keuntungan yang akan didapat jika mempelajari isu lingkungan, mungkin bisa dilakukan.
Mengacu pada catatan Susan Toth, Direktur Pendidikan pada Pusat Pendidikan Lingkung­an Pine Jog, Florida Atlantic University, Top 10 Benefits of Environtmental Education (Project Learning Tree: 2016), mempelajari lingkungan akan memberi setidaknya sepuluh keuntungan. Pertama, memantik kemampuan berimajinasi dan antusiasme siswa karena belajar mengenai lingkungan akan selalu memancing ketertarikan.
Kedua, melampaui batas kelas konvensional karena melibatkan banyak disiplin ilmu dan isu secara integratif (sosial, ekologi, ekonomi, budaya, dan politik). 
Ketiga, melatih keterampilan berpikir kritis dan kreatif, terutama saat mempelajari relasi yang kompleks bagaimana isu lingkungan hidup terjadi. Keterampilan itu dibutuhkan untuk menghasilkan generasi baru konsumen, pekerja, atau pembuat kebijakan yang paham, sensitif, dan lebih bertanggung jawab persoalan lingkungan.
Keempat, menumbuhkan sikap toleransi dan saling memahami. Mempelajari lingkungan memerlukan pemahaman yang menyeluruh dari berbagai sisi, untuk mendapatkan gambaran persoalan yang utuh.  
Kelima, meningkatkan standar pembelajaran. Kurikulum pendidikan lingkungan yang baik selalu berpeluang mengintegrasikan berbagai mata pelajaran yang berujung proses belajar yang lebih menarik dan kaya.
Keenam, mempelajari lingkungan alam--terutama di alam terbuka--akan mengurangi kemungkinan biophobia (ketakutan akan alam terbuka) dan kecenderungan nature deficit disorder, gangguan akibat kekurangan kesempatan berada di alam terbuka.
Ketujuh, menumbuhkan gaya hidup sehat yang juga berarti mengurangi kemungkinan obesitas, gangguan untuk memperhatikan, dan depresi. Kedelapan, memperkuat komunitas. Pada titik tertentu, pilihan untuk bertindak atas sebuah isu lingkungan yang berhasil dipahami akan mendorong murid menjajagi dan membangun relasi dengan komunitasnya.
 Sembilan, membangun kapasitas bertindak yang lebih bertanggung jawab. Kemampuan untuk memahami bagaimana keputusan dan tindakan seseorang akan berdampak pada lingkungan.
Terakhir, mendorong pembelajaran yang aktif, menumbuhkan pemahaman hak-hak warga negara, dan menumbuhkan kapasitas kepemimpinan. Saling berbagi pandangan atas isu-isu lingkungan akan membuat murid lebih berdaya dan memiliki keberanian untuk membuat perbedaan bagi lingkungan mereka, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.
Mempelajari lingkungan dengan segala persoalan dan kompleksitasnya, perlu didorong melalui inisiatif, pelembagaan, dan keterlibatan semua pihak di sekolah. Dengan cara ini, kesadaran akan lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan, berpotensi menjadi kebutuhan semua orang. Tidak harus selalu berharap akan melahirkan sosok Chico Mendes dan Wangari Maathai yang lain.
Itu karena bisa dimulai dari hal yang sederhana, seperti mengembangkan pola hidup sehat, mengelola sampah, hemat energi dan sumber daya, atau meminimalkan risiko bencana. Mungkin bisa beranjak dari kepercayaan, masalah lingkungan bukanlah persoalan yang selalu membutuhkan sumber daya dan pengorbanan besar untuk mengatasinya. Akan tetapi, lebih pada soal memupuk keberanian konstan untuk berinvestasi demi masa depan. ***

Subscribe to receive free email updates: