DEMO HONGKONG (2) :  Pemicu RUU Ekstradisi

13 June 2019

Oleh : Dahlan Iskan


Dia hamil. Dia dibunuh. Di kamar hotel. Di luar negeri.

Si pembunuh dijatuhi hukuman ringan. Hanya karena memiliki barang milik wanita yang dibunuh. Bukan karena membunuh.

Hukuman itu begitu ringannya. Jumat minggu depan sudah bisa bebas.
Itulah salah satu kasus yang membuat hakim dan jaksa di Hongkong gemes. Jengkel. Frustrasi. Dalam upaya menegakkan hukum setegak-tegaknya.

Masih banyak kasus lain. Tapi hanya yang itu yang dijadikan pemicu lahirnya proposal yang didemo besar-besaran di Hongkong sekarang ini.

Jaksa tahu: Chan Tong Kai, 19 tahun, itu pembunuhnya.

Hakim pun tahu: Chan Tong Kai itu pembunuhnya.

Chan Tong Kai sendiri, pun sudah mengaku: dialah pembunuhnya.

Tapi pembunuhan itu dilakukan di Taiwan. Locus delicti-nya ada di luar Hongkong. Barang-barang bukti ada di sana.

Hongkong tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Taiwan. Atau negara lain.
Hakim hanya bisa menjatuhi hukuman ringan. Itu pun karena diketahui Chan mengantongi kartu kredit milik perempuan yang ia bunuh. Dan Chan menarik uang senilai Rp 35 juta dari kartu kredit itu. Di bank Hongkong. Menggunakan PIN pacarnya. Yang dengan rela memberikan kepada Chan. Dengan prinsip orang yang lagi jatuh cinta: milikku juga milikmu.

Mencuri uang Rp 35 juta, itulah nilai hukumannya.

Hakim tahu itu tidak adil. Tapi hukum harus tegak: bunyi pasalnya begitu.

Karena itu Carrie Lam ingin melakukan perubahan. Agar Hongkong bisa menyerahkan tersangka seperti Chan ke negara lain. Agar bisa dihukum di negara tersebut. Karena perbuatannya itu dilakukan di sana.

Proposal Carrie Lam itulah yang di demo habis-habisan warga Hongkong. Minggu lalu. Dan kembali didemo kemarin. Sampai hari ini. Bahkan mungkin sampai hari Kamis minggu depan.

Hari ini adalah hari pembahasan proposal itu Di parlemen Hongkong.

Carrie Lam ngotot meneruskan proposalnya. Meski sudah didemo 1,03 juta orang Minggu lalu.

Bahkan Carrie Lam menginginkan pembahasannya dikebut. Kamis minggu depan sudah harus diputuskan.

Mengapa begitu kesusu? Chan, si pembunuh, akan bebas di hari Jumat. Kalau Kamis proposal itu disetujui legislatif, Chan akan dikirim ke Taiwan. Untuk diadili di sana. Dalam kasus pembunuhan itu.

Yang dibunuh adalah: Poon Hiu Wing, 20 tahun. Setahun lebih tua dari Chan Tong Kai.
Chan Tong Kai dan Poon Hiu Wing

Dua tahun lalu dua remaja ini pacaran. Setelah satu bulan saling berkenalan. Keduanya kenal karena sama-sama bekerja di satu perusahaan Hongkong.

Mereka sepakat ingin merayakan Hari Valentine 2018 di luar negeri. Di Taiwan. Sejak Desember 2017 mereka sudah memesan tiket. Dan hotel di Taipei.

Tanggal 8 Februari 2018 mereka berangkat. Rencananya sampai tanggal 17 Februari.
Sehari sebelum pulang mereka masih bersetubuh. Lalu ke pasar malam. Membeli koper warna pink.

Balik ke hotel mereka bertengkar. Soal barang mana yang masuk koper mana. Lalu reda. Bersetubuh lagi.

Tengah malam Poon kirim WA ke ibunya. Memberi tahu bahwa dia jadi pulang tanggal 17 keesokan harinya.

Malam itu mereka bertengkar lagi. Setelah Chan tahu bahwa Poon hamil. Yang membuat Chan emosi, kata Chan, Poon mengaku ayah bayi itu adalah pacar sebelumnya.

Chan lantas membenturkan kepala Poon ke dinding. Lalu mencekik lehernya dari belakang. Terjadilah perlawanan. Mereka bergumul di lantai. Selama 10 menit. Sampai diketahui Poon meninggal dunia.

Chan langsung mengemasi barang-barang milik Poon. Untuk dimasukkan ke satu koper. Kecuali handphone milik Poon. Dimasukkan ke tas Chan sendiri. Dan kartu kredit milik Poon. Ia masukkan ke dompetnya.

Sedangkan mayat Poon dimasukkan ke koper yang lain.
Beres.
Tidur.

Besok paginya Chan membuang barang-barang milik Poon. Juga membuang mayatnya. Di satu taman dekat terminal bus Zhuwei.

Chan langsung ke bandara. Pulang ke Hongkong.

Aman.

Hanya orang tua Poon yang gelisah. Anaknya itu kok tidak datang pada hari yang dijanjikan. Pun hari-hari berikutnya. Tanpa ada WA pula.

Dua minggu kemudian barulah ibunya bikin laporan polisi: anaknya hilang. Tapi sang ibu menemukan kertas pemesanan hotel. Tertinggal di kamar anaknya. Juga pemesanan tiket pesawat pulang-pergi. Atas nama dua orang Itu.

Polisi pun mendapat petunjuk yang sangat berarti.

Chan sebenarnya juga gelisah. Di dalam hati. Terutama sejak ada pengumuman anak hilang itu. Maka ia datang ke kantor polisi: mengakui apa adanya. Dialah yang membunuh pacarnya yang hamil itu.

Tentu semua jalan cerita tadi versi Chan. Apakah benar ia emosi. Terpancing oleh pengakuan pacarnya. Bahwa ayah bayi itu pacar lama pacarnya. Juga apakah benar terjadi perlawanan.

Yang jelas benar, adalah ia dua kali mengambil uang di kartu kredit milik almarhumah pacarnya.

Carrie Lam memang menyebut kasus itu dalam proposalnya. Tapi, yang seperti itu akan banyak.

"Saya tidak mau Hongkong menjadi surga persembunyian penjahat," ujar Carrie Lam. Yang secara luas dikutip media internasional.

Tapi para pendemo punya pendapat sendiri.

Kalau proposal ekstradisi itu disetujui jadi UU, tidak hanya penjahat kriminal yang dikirim. Bisa jadi merembet ke urusan politik. Yang tidak pro Tiongkok akan dianggap penjahat. Dan bisa dikirim ke Beijing.

Demo besar-besaran kali ini memang bukan membela si pembunuh. Tapi mengkhawatirkan masa depan kebebasan politik di Hangkong.
Mereka bertekad demo kali ini tidak akan bubar.

Mereka akan terus tinggal di jalan raya. Akan terus memblokade parlemen.
Sampai kapan pun.

Sejak malam sebelum jadwal sidang hari Rabu, mereka sudah menduduki semua jalan menuju parlemen. Memasang pagar besi. Berbaris bergandengan tangan di balik pagar itu.

Hampir semua membawa payung. Agar bisa jadi pelindung diri: dari semprotan merica dari depan. Atau dari guyuran hujan dari atas.

Minggu lalu polisi memang menggunakan semprotan cairan bermerica. Yang lebih aman daripada gas air mata. Meksipun akhirnya polisi juga gunakan gas air mata Rabu siang.

Tujuan blokade itu agar anggota DPR Hongkong tidak bisa datang ke gedung parlemen.

Rabu pagi kemarin mereka benar-benar tidak bisa bersidang. Mereka kumpul di kantor polisi untuk berangkat bersama dengan mobil khusus. Tapi juga tidak bisa.
Sidang Rabu kemarin ditunda. Padahal Kamis depan, kata Carrie Lam, sudah harus jadi UU.

Begitulah.

Saya pun sulit mencari alenia penutup yang menarik. Untuk artikel dengan bahasan seperti ini. Ada usul? *

Subscribe to receive free email updates: