DPR Dapat THR, Eggi Sudjana: Itu Suap Terselubung

Jiromedia.com - Anggota Dewan Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212 Eggi Sudjana mengkritisi kebijakan pemerintah yang akan memberikan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 kepada pejabat negara, salah satunya anggota DPR. Eggi menilai, hal itu merupakan bentuk suap terselubung. 

"Menurut saya itu bentuk suap terselubung," kata Eggi di Aula Sarbini, Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (29/5/2018). 

Eggi pun menyarankan agar anggota maupun pimpinan DPR untuk menolak pemberian THR dan Gaji ke-13 itu. Eggi menilai, kebijakan tersebut merupakan wewenang yang diselewengkan oleh Menteri Keuangan. 

"Kalau DPR menerima itulah orang-orang yang mudah disuap, kalau orang-orang yang punya integritas saya ingatkan kepada anggota DPR jangan terima karena itu bukan kepentingan kalian, Menteri Keuangan itu dengan kewenangannya diselewengkan," ujarnya. 

Eggi mengatakan, masyarakat dapat menggugat kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 melanggar ketentuan hukum pidana di Indonesia. 

"Bisa kita gugat dengan satu tuntutan hukum pidana pasal 421, dia memerintahkan sesuatu.Kemudian membiarkan sesuatu, itu dipidana 2 tahun 8 bulan," katanya. 

Eggi menilai pejabat yang dapat THR tak lazim. Ia juga menuding ada kepentingan politik di balik kebijakan tersebut. 

"Saya yakin dengan logika politik yang ada kalau bukan menjelang untuk tahun politik pemilihan presiden nggak mungkin ada THR. Karena THR cuma sekarang ini terakhir, kalau konteksnya menjelang Idul Fitri, karena pilpres itu April, jadi nggak mungkin lagi ada THR. Jadi sekaranglah disuapnya, jadi saya kira perbuatan yang tidak terpuji, termasuk tercela," tuturnya. 

Untuk diketahui, Kemenkeu juga akan memberikan THR dan Gaji ke-13 kepada pejabat negara. Berdasarkan Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dikutip detikFinance, Rabu (31/5/2017) pejabat negara yang dimaksud adalah Presiden dan Wakil Presiden, jajaran Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Menteri dan jabatan setingkat menteri, Duta Besar dan lainnya sesuai yang ditentukan Undang-undang (UU).

Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono menjelaskan bahwa tujuan dari kebijakan tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan sekaligus memberikan apresiasi.

"Ini sebagai wujud apresiasi Pemerintah atas pengabdian kepada Bangsa dan Negara," ujarnya. [detikcom]

Subscribe to receive free email updates: