Infoteratas.com - PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) menjadi buah bibir setelah rencana perusahaan untuk membangun megaproyek Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) dengan nilai mencapai Rp405 triliun.
Sebagian besar pelaku pasar bertanya-tanya mengenai kesanggupan perusahaan menyanggupi pendanaan tersebut seorang diri ketika nilai aset dan ekuitas perusahaan terbilang kecil.
Dari performa di Bursa Efek Indonesia, saham PT Ratu Prabu Energi (ARTI) termasuk dalam kategori saham MATI.
Bagaimana tidak, saat saham perusahaan lain naik-turun, nilai saham ARTI terus bertengger di angka Rp50, nilai terendah bagi saham di Indonesia.
Nilai Rp50; tersebut juga beratus-ratus persen lebih kecil jika dibandingkan dengan saham infrastruktur seperti PT Waskita (Rp2.520;) atau bahkan saham perusahaan properti yang sedang dalam masalah reklamasi seperti PT. Agung Podomoro Group (Rp223;).
Parahnya, kinerja perusahaan belum bisa dikatakan positif pada kuartal III 2017. Masalahnya, pendapatan masih turun menjadi Rp162,94 miliar dari kuartal III tahun 2016 yang sebesar Rp169,19 miliar. Walaupun laba bersih perusahaan tumbuh dari posisi Rp1,55 miliar menjadi Rp2,23 miliar.
Mengutip laporan keuangan Ratu Prabu Energi pada kuartal III 2017, jumlah ekuitasnya juga hanya sebesar Rp1,73 triliun dengan nilai aset sebesar Rp2,53 triliun.
Nilai Rp1,73 dan Rp2,53 Triliun tersebut tentu saja hanya 0,62% dari nilai proyek 405 Triliun.
Padahal untuk pembangunan sebuah proyek tentu saja dibutuhkan kecukupan modal (capital adequacy) yang biasanya minimal 30% dari nilai proyek.
"Jadi antara nilai proyek dengan nilai perusahaan jauh sekali," ungkap Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/1).
Menurutnya, perusahaan sebenarnya masih bisa meraih pinjaman perbankan dengan jumlah ekuitas dan aset sebesar itu. Hanya saja, jumlahnya tak akan mencapai ratusan triliun.
"Jadi suntik dana ekuitas dulu, setelah itu kemampuan perusahaan dalam mendapatkan pendanaan dari perbankan akan meningkat karena laverage meningkat," papar Alfred.
Sementara itu, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyebut, kemungkinan besar rencana perusahaan sulit terealisasi jika hanya dikerjakan sendiri.
"Melihat kekuatan perusahaan seperti ini, maka perlu pihak mitra strategis karena dana investasi begitu besar," terang Hans Kwee.
Sumber: cnn Indonesia