Jam Matahari di Solo ini Masih Difungsikan untuk Penanda Adzan

Jiromedia.com -Sebelum zaman modern, posisi matahari menjadi hal penting untuk menentukan waktu. Termasuk bagi umat Islam, waktu salat dapat dilihat melalui jam matahari.

Di Solo, hingga saat ini jam matahari dapat ditemukan di halaman Masjid Agung Surakarta. Tepatnya di depan kantor takmir masjid, sisi selatan halaman.

Bentuknya yang relatif kecil membuat jemaah sering tidak menyangka bahwa benda di atas tugu setinggi 150 cm dengan diameter 100 cm itu adalah jam matahari. Tak lama ini, takmir masjid memasang papan keterangan yang menjelaskan tentang jam matahari.

Menurut Sekretaris Takmir Masjid Agung Surakarta, Abdul Basit Adnan, jam matahari ini biasa disebut jam istiwak atau jam bencet. Karena menggunakan matahari, alat ini hanya dapat menunjukkan waktu salat zuhur dan asar.

"Di tugu ini terdapat angka yang menunjukkan tahun 1784 Jawa atau 1855 Masehi. Artinya, ini dibangun pada masa (pemerintahan) Paku Buwono VIII," kata Basit, Minggu (20/5/2018).

Jam Matahari di Solo ini Masih Difungsikan untuk Penanda AdzanPenampakan utuh jam matahari di Masjid Agung (Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom)
Jam istiwak tersebut terdiri dari dua bagian, yakni sebuah busur cekung dan sebuah besi berwarna perak yang berdiri tegak.

"Jika matahari tepat di atas kepala, maka bayangan besi itu tidak akan terlihat. Berarti tandanya masuk waktu zuhur," ujarnya.

Sedangkan pada busur cekung, terdapat angka-angka. Di atasnya terdapat besi panjang dengan sebuah paku yang melintang di tengahnya.

"Ini untuk menunjukkan perkiraan jam berapa. Belum tentu zuhur jam 12 siang, seperti sekarang kan jam 11.45 sudah masuk zuhur," tutupnya.

Selain di Masjid Agung Surakarta, jam matahari juga dapat ditemukan di Masjid Tegalsari, Laweyan, Solo. Namun jam yang berusia hampir 90 tahun ini berbeda bentuk dan cara kerja.

Jam Matahari di Solo ini Masih Difungsikan untuk Penanda AdzanJam matahari di Masjid Tegalsari, Solo. (Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom)
Penunjuk waktu jam istiwak ini berada pada lantai di dalam masjid, tepatnya di ruangan sebelah selatan. Tampak goresan paku yang membentuk lingkaran pada lantai.

Pada lingkaran berdiameter 295 cm itu, terlihat garis panjang yang memotong lingkaran menjadi empat bagian. Garis itu menunjukkan arah utara-selatan dan timur-barat.

Ditemui detikcom, salah satu takmir Masjid Tegalsari, Hamami, menunjukkan lubang sebesar koin yang terdapat di atap masjid. Dari lubang yang juga berjarak 295 cm dari lantai, cahaya matahari bisa masuk dan menunjukkan waktu.

"Kalau matahari di atas kepala, cahayanya akan berada tepat di atas garis timur-barat. Setelah melewati itu, berarti masuk zuhur," katanya.

Menurutnya, perbedaan waktu antara jam istiwak dengan waktu salat abadi seringkali hanya berselisih sedikit. Hingga kini, takmir pun masih menggunakan jam istiwak untuk patokan waktu salat.

Dia menjelaskan bahwa jam istiwak dibuat oleh ulama ahli falak dari Surakarta yang bernama Kyai As'ari sekitar tahun 1929. Jam istiwak ini kerap menjadi bahan penelitian lembaga-lembaga yang berkaitan dengan astronomi. [detikcom]

Subscribe to receive free email updates: