Hal ini ditanggapi dengan skeptis oleh Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani. Ia menegaskan jika PKPU ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pemilu atau UU Pemilu.
Menurut Muzani, UU Pemilu tidak melarang mantan terpidana korupsi menjadi calon anggota legislatif, termasuk mantan narapidana kasus lainnya. Mereka hanya perlu mengumumkan sebagai mantan narapidana.
“Pada prinsipnya bahwa menegakkan calon-calon yang bersih saya kira cukup bagus, tapi karena ada peraturan yang berbeda ini yang menjadi masalah,” ucap Muzani di kediamannya, Jakarta Selatan, Minggu (1/7).
Muzani menyebut dua peraturan itu bertentangan. Ia akan meminta Fraksi Gerindra khususnya Komisi II DPR untuk mengundang KPU dan mendapatkan penjelasan yang komperhensif mengenai polemik peraturan tersebut.
“Termasuk tentang pandangan dari pemerintah bagaimana pemerintah dengan dua peraturan yang berbeda ini. Ada undang-undang, ada PKPU. Nah, dari situ saya minta partai bersikap setelah kita mendapatkan keterangan yang komperhensif yang lengkap dari kedua belah pihak dari KPU dan Kemenkumham,” kata Muzani.
Peraturan itu resmi terbit Sabtu (30/6) dengan nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD, dan DPRD. Ketentuan soal koruptor menjadi caleg di Pemilu 2019 diatur dalam pasal pasal 7 tentang Persyaratan Bakal Calon. Selain koruptor, mantan terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual juga dilarang nyaleg.[aktual]