Hal itu terungkap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Mojokerto, Jalan RA Basuni, siang ini. Tiba di pengadilan sekitar pukul 13.20 WIB, Suhartono atau biasa dipanggil Kades Nono masih memakai seragam dinas. Kades berpenampilan nyentrik ini dikawal puluhan pendukungnya.
Dengan mengumbar senyuman, Suhartono memasuki kantor PN Mojokerto sembari mengacungkan 2 jari ke arah kamera wartawan. Sejumlah pengacara sudah menantinya di dalam ruang sidang. Puluhan polisi menjaga proses persidangan yang berlangsung di ruang Cakra ini.
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap Suhartono baru dimulai pukul 13.30 WIB. Seperti sidang sebelumnya, Hendra Hutabarat duduk sebagai ketua majelis hakim. Sedangkan Ardiani dan Juply Pansariang sebagai hakim anggota.
Dalam tuntutannya, JPU Ivan Yoko meminta majelis hakim agar menyatakan Suhartono bersalah melanggar Pasal 490 juncto Pasal 282 UU RI No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut dia, Kades Sampangagung itu terbukti melakukan tindak pidana pemilu, yaitu melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
"Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Suhartono dengan pidana penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 12 juta subsider 2 bulan kurungan," kata jaksa yang juga menjabat Kasi Barang Bukti Kejaksaan Negeri Mojokerto ini di dalam persidangan, Selasa (11/12/2018).
Tuntutan jaksa ini berarti Suhartono tak akan dipenjara meski hakim menjatuhkan vonis yang sama. Terdakwa baru dijebloskan ke penjara selama 6 bulan jika selama 1 tahun masa percobaan dia mengulangi perbuatannya.
Tuntutan tersebut dilontarkan JPU bukan tanpa alasan. Yoko menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti selama persidangan, Suhartono terbukti menggagas dan terlibat langsung dalam acara penyambutan cawapres Sandiaga yang akan berkampanye di Wisata Air Panas Padusan, Pacet.
Foto: Enggran Eko Budianto/detikcom
|
Menurut Yoko, pada Jumat (19/10) menjelang tengah malam, Suhartono menggelar pertemuan dengan istrinya dan beberapa pengurus Karang Taruna Desa Sampangagung untuk membahas penyambutan Sandiaga. Dalam pertemuan itu, terdakwa memerintahkan Ketua Karang Taruna Sampangagung Sunardi untuk membuat spanduk berisi ucapan selamat datang dan dukungan kepada Sandiaga.
Selain itu, Suhartono meminta istrinya, Yuli Irawati, mengirim pesan singkat (SMS) kepada kader dan anggota PKK Desa Sampangagung. SMS tersebut berisi ajakan untuk datang di acara penyambutan Sandiaga pada Minggu (21/10) pukul 10.30 WIB. Pesan singkat tersebut juga berisi janji akan memberikan imbalan Rp 20 ribu kepada setiap ibu-ibu yang bersedia datang.
"Terdakwa menyiapkan musik patrol lengkap dengan penyanyinya, menggunakan biaya sendiri Rp 1,5 juta. Terdakwa membagikan uang pecahan Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, dan Rp 100 ribu ke ibu-ibu di lokasi. Total uang yang dikeluarkan terdakwa Rp 20 juta," terang Yoko.
Saat rombongan Sandiaga menuju ke Pacet, Suhartono dan warganya menghadangnya. Kebetulan jalan yang dilalui rombongan Sandiaga melintasi Desa Sampangagung.
"(Pada acara penyambutan Sandiaga) terdakwa memakai baju putih lengan panjang bertulisan 'Sapa 2019 Prabowo-Sandi' sambil mengacungkan dua jari. Warga juga mengikutinya. Menghadirkan warga sekitar 200 orang. Terdakwa meminta saksi Mujianto alias Toyek mendokumentasikan kegiatan tersebut dan mengunggahnya di YouTube," ungkap Yoko.
Menanggapi tuntutan JPU, Suhartono menyatakan akan mengajukan pembelaan (pleidoi) secara tertulis. Pleidoi terdakwa akan dibacakan dalam sidang berikutnya, Rabu (12/12) pukul 13.00 WIB.
Sidang pembacaan tuntutan ini berakhir sekitar pukul 13.45 WIB. Suhartono bergegas meninggalkan ruang sidang untuk menuju ke mobilnya. Sementara itu, di depan kantor PN Mojokerto, massa yang mendukung terdakwa masih setia mengawalnya.(detik)