Ali menyebut gerakan #2019GantiPresiden sebagai makar. Menurut politikus Golkar itu, tagar tersebut bermakna bahwa pergantian presiden harus dilakukan pada 1 Januari 2019 nanti.
Padahal menurutnya pergantian presiden tidak diatur dalam undang-undang. Undang-undang hanya mengatur mengenai pemilihan presiden, bukan pergantian presiden.
"Tagar 2019 ganti presiden itu bermakna, pukul 00 tanggal 1 Januari 2019 ganti presiden," ujar Ali Mochtar Ngabalin.
Ngabalin menegaskan penjelasannya itu tak terkait dengan diksi atau pilihan kata. Menurut dia, masyarakat harus mendapatkan pendidikan politik dalam berdemokrasi. Gerakan #2019GantiPresiden disebutnya tak mengajarkan kepada publik mengenai demokrasi.
"... Kalau Anda gunakan tagar ganti presiden itu, Anda tidak punya peradaban. Peradaban rendah dan itu berkali-kali saya bilang itu adalah makar," tutur Ngabalin.
"Ini sesuai undang-undang, UU Pemilu, UU KUHP Pasal 107 terkait gerakan menggantikan presiden dengan inkonstitusional," imbuh Ngabalin.
Merespons argumentasi Ali, Rocky Gerunf menyatakan dapat menerimanya. Namun secara logika, kata Rocky, maka gerakan tagar serupa, dalam hal ini #Jokowi2Periode juga seharusnya baru berlaku nanti pada 1 Januari 2019.
Namun kenyataannya tagar tersebut sudah berlaku sejak beberapa bulan lalu.
"Itu kan udah diucapin. Mestinya nanti. Jokowi dua periode itu sudah berlaku tagarnya sejak beberapa bulan lalu. Dan itu kalau pakai jalan pikirannya saudara Ali," ujar Rocky
Rocky menyebut tagar #2019GantiPresiden tak lebih dari sekadar brand dan gimik politik. Orang-orang akan menggunakan tagar yang mudah diingat khalayak, sehingga dipakailah tagar #2019GantiPresiden.
"Jadi memang demi sinopsi pemikiran itu, orang ambil sesuatau yang bisa dibrand, 2019 Ganti Presiden. Jadi kita bilang itu si tagar yang mau makar?"
"Itu yang dinamakan gimik. Kalau bisa diringkas lebih bagus lagi. Itu cuma gimik saja. memang betul-betul gimik, karena tagar itu fungsinya untuk bermain," ujar Rocky. [cnn]