Menanggapi itu, pengamat Politik Ray Rangkuti menyebut aksi penolakan ituitidak bisa dianggap salah. Karena kegiatan tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai makar maupun tindakan melawan hukum
lainnya. Deklarasi tersebut hanya sebagai ekspresi politik.
"Pengusiran atau pelarangan aktivitas gerakan #2019GantiPresiden jelas tidak tepat. Sebagai ekspresi politik, gerakan ini sah saja adanya. Tak ada yang dilanggar, ataupun tepat dinilai sebagai gerakan melawan pemerintah," ujar Ray di Jakarta, Senin (28/8).
Gerakan #2019GantiPresiden dianggap hanya sebatas kritik terhadap kinerja pemerintah. Sehingga tidak bisa dilarang atau bahkan cegah.
"Kampanye ini adalah eksperesi dari kritik atas pemerintah yang ada saat ini. Oleh karena itu, gerakan seperti ini tetap harus dilindungi, dipenuhi haknya, dan aparat kepolisian tidak bersikap membatasi kegiatan ekspresi masyarakat," lanjut Ray.
Sementara itu bagi yang menolak #2019GantiPresiden pun harus ditunjukan dengan aksi sepantasnya. Tidak bisa dilakukan melalui aksi anarkis atau dengan mengerahkan masa untuk melawan aksi tersebut.
"Bagi mereka yang tidak setuju pada gerakan ini, tentu juga memiliki hak untuk menyatakan sebaliknya. Menyatakan ekspresi ketidaksetujuan pada gerakan itu harus dilakukan juga dengan cara yang dialogis, tertib, dan sesuai aturan," imbuh Ray.
Di sisi lain lanjut Ray, apabila ditemukan pelanggaran hukum dalam kegiatan tersebut, maka hendaknya dibawa ke ranah penegak hukum. Sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Jika salah satu kritik dari mereka yang tidak setuju pada gerakan ini dianggap sering melakukan provokasi, maka poin provokasinya dapat dilaporkan kepada pihak keamanan. Tapi bukan gerakannya yang dihalang-halangi. Demokrasi kita membutuhkan dialektika," pungkasnya. [jpc]