"Rakyat tidak menyatakan mengganti Presiden yang sedang berkuasa pada 2018 karena bisa dianggap makar, tetapi 2019 ganti presiden adanya komitmen rakyat untuk melakukan perubahan pimpinan nasional secara konstitusional melalui momentum Pemilihan Umum 2019," kata Pigai dalam pernyataan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (28/8).
Menurut Pigai, sangat wajar jika sebagian rakyat menggaungkan opini atau keinginan ganti Presiden dari saat ini. Sebab, sekarang telah memasuki momentum tahapan politik Pilpres 2019. Dan apa yang disampaikan oleh Jimly tentang pasal penghinaan, menurutnya, publik perlu tahu pasal penghinaan Presiden itu warisan pemerintah Orde Baru.
Padahal, kata dia, jabatan Presiden itu bukan simbol negara bangsa (nation state symbol), seperti Pancasila, UUD 1945, Burung Garuda, adagium unitarian Bhinneka Tunggal Ika. Secara hukum, kekuasaan presiden juga tidak tak terbatas.
"Artinya kekuasan Presiden dibatasi oleh konstitusi, selain sebagai mandataris MPR juga sebagai warga negara biasa di hadapan hukum," terangnya.
Karena itu ia meyakini, pihak yang berpandangan tindakan aktivis #2019GantiPresiden, penghinaan terhadap Presiden merupakan sesat logika dan sesat hukum. Bahkan secara politis akan berbahaya, karena selain mengkultuskan individu Presiden, juga apa pun yang dikatakan Presiden bisa dianggap sebagai sebuah Titah Raja yang tidak terbantahkan.
"Bisa semacam devine right of the King seperti yang pernah dilakukan oleh Raja Jhon di Inggris abad ke-15 yang pada diakhirnya juga perlawanan rakyat yang melahirkan Magna Charta," jelasnya.
Pigai berharap negara tetap memberi ruang ekspresi bagi kelompok oposisi dan intelektual atau juga masyarakat untuk menjalankan keseimbangan (check and balances) terhadap kekuasaan. Hal ini penting untuk antisipasi agar kekuasaan tidak memupuk pada seorang individu yang cenderung otoriter dan bernafsu menyalahgunakan kewenangan.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin mendukung aparat kepolisian yang melarang dekalrasi #2019GantiPresiden. Pasalnya, ia menilai kegiatan tersebut mengganggu keamanan.
"Yang teriak #2019GantiPresiden tidak menghargai proses demokrasi," ujar Ali Mochtar Ngabalin kepada wartawan di sela-sela kegiatan deklarasi relawan Galang Kemajuan Jokowi di Kota Sukabumi, Jawa Barat Ahad (26/8).
Menurutnya, semestinya ada regulasi yang mengatur bagi siapapun yang menginginkan kekuasaan. "Intinya yang ingin berkuasa jangan kebelet. Ada batas waktunya dan tata cara memenangkan," kata dia. [rol]